Kamis, Januari 28, 2010

Penyutingan Gambar (Editing) Televisi Dan Film

Penyutingan (editing) adalah adalah proses memanipulasi dan menyusun ulang rekaman video menjadi sebuah susunan yang baru dengan cara memilih, memotong, menyatukan, dan melakukan perubahan lainnya seperti memberikan penambahan tulisan, gambar, atau suara. Seseorang yang menyuting gambar, terutama secara profesi atau hanya sekedar hobby, disebut seorang Editor.
Secara Etymology, menurut the Oxford English Dictionary, editor datang dari bahasa Latin ‘e ditus’ yang berarti “untuk mengemukakan”. Editor di dalam bahasa Roma kuno adalah orang yang sedang memainkan sesuatu didalam sebuah pangung.

Penyutingan film adalah sebuah cara menghubungkan satu atau lebih shot gambar untuk membentuk suatu urutan atau scene dan kemudian membentuk sebuah cerita yang utuh atau sequence. Scene adalah sebuah kumpulan shot yang membentuk sebuah cerita singkat dan pendek. Sedangkan sequence adalah gabungan scenes yang membentuk suatu keseluruhan Film.

Film yang diedit, menurut definisi, adalah satu-satunya seni yang unik dalam bidang cinema dan hal ini yang membedakan film making atau seni pembuatan film dari hampir semua seni lain. Karena menggambungkan beberapa unsur seperti fotografi, teater, tarian, penulisan, dan pengarahan. Pekerjaan dari suatu penyuting gambar tidak hanya dengan mesin penyutingan film saja. Tidak juga hanya menyuting gambar film itu sendiri, namun juga harus mengerti alur cerita film tersebut. Seorang penyuting gambar film bekerja dengan lapisan gambar, cerita, musik, irama, langkah, untuk membentuk actor performances. Sepanjang peroses penyutingan film berlangsung, penyuting gambar harus berpatokan pada directing dan juga naskah film yang telah ada, juga harus dapat memperediksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi untuk membentuk kretifitas yang sangat bagus ke dalam sebuah film yang utuh dan baik.

Stanley Kubrick mengatakan bahwa proses penyutingan adalah tahapan dari sebuah produksi yang unik didalam motion pictures. Semua aspek didalam pembuatan film terdapat keunikan tersendiri karena memiliki beberapa unsur seperti fotografi, arah seni, penulisan, dan keserasian bunyi yang direkam menjadi kesatuan yang saling mendukung. Dan penyutingan adalah cara memproses itu semua menjadi unik untuk memfilmkan atau menjadi sebuah film yang utuh. Selain harus mengerti apa inti penyutingan gambar, seorang penyuting gambar juga harus mengerti dan memahami beberapa peraturan untuk menyuting gambar. Agar gambar yang dihasilkan adalah gambar yang baik.

Edward Dmytryk menetapkan tujuh “peraturan tentang memotong gambar” yang harus dikuasai oleh seorang penyuting gambar, yaitu :
1. Tidak pernah membuat suatu memotong tanpa suatu alasan yang positif.
2. Manakala ragu-ragu tentang freme mana yang tepat untuk dipotong, maka panjangkan saja tanpa harus dipotong.
3. Didalam pergerakan gambar dimungkinkan melakukan pemotongan gambar asalkan tidak mengurangi nilai dari pergerakan tersebut.
4. Melakukan atau membuat hal yang baru adalah hal yang lebih baik dari pada melakukan atau menggunakan hal yang lama.
5. Semua scenes pertama hingga terakhir harus menggambarkan sebuah alur cerita yang berkesinambungan.
6. Memotong sesuai dangan nilai-nilai yang ada. Bukan dari segi perbandingan.
7. Dahulukan unsur-unsur penyutingan kemudian baru format penyutingan.

Menurut Walter Murch, dalam penyutingan film ada enam hal yang utama untuk memutuskan kapan kita harus memotong gambar. Hal tersebut disusun menurut arti penting atau yang paling utama dulu:
1. Emosi. Sudahkan mencerminkan apa yang penyuting gambar rasakan dengan pada yang dirasakan oleh audiens?
2. Cerita. Sudahkan anda melakukan penyutingan gambar sesuai dengan cerita dan tujuan?
3. Irama. Sudahkan sesuai dengan alur cerita yang menarik dan juga kebenaran yang ada.
4. Penglihatan. Apakah audiens sudah dapat melihat fokus utama dari sebuah momen yang ada.
5. Layar adalah bidang Two-Dimension. Bahwa televisi atau film adalah sebuah layar yang berbentuk dua dimensi dan tingkat kejelasan visual sangat berbeda dengan kenyataan.
6. Three-Dimensional. Bagaimana kita dapat menghasilkan sebuah gambar yang audies dapat merasakan secara pisikologis seperti ia melihat visual dengan matanya sendiri.

Murch menugaskan persentase tingkat khayal dari masing-masing orang menentukan hasil yang dihasilkan. Emosi, mempunyai nilai yang lebih berat yaitu sebesar 51% kemudian baru dikombinasikan dari semua hal yang lainnya. Penyutingan gambar pada dasarnya harus memuliki tujuan yang pasti. Tujuan tersebut yang nantinya mengatur atau membawa seorang penyuting gambar ke sebuah hasil yang baik. Adapun tujuan dalam penyutingan gambar adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan audio dan footage atau klip yang tidak diinginkan.
2. Memilih audio dan footage yang terbaik.
3. Menghasilkan sebuah alur cerita.
4. Menambahkan efek, graphic, musik, dll (lots of fun!).
5. Merubah gaya, ritme, dan mood dari video.
6. Melihat video dari sudut pandang tertentu.

Murch menugaskan persentase tingkat khayal dari masing-masing orang menentukan hasil yang dihasilkan. Emosi, mempunyai nilai yang lebih berat yaitu sebasar 51% kemudian baru dikombinasikan dari semua hal yang lainnya.

Teknologi penyutingan gambar dan suara telah berkembang dengan pesat belakangan ini. Secara garis besar metode penyutingan dapat dibagi menjadi empat cara, yaitu sebagai berikut:
1. Film splitcing atau menyambung film.
2. Tape to tape atau Linear.
3. Digital Komputerisasi atau Non – Linear.
4. Live Editing.


FILM SPLICING
Film Splitcing atau metode penyambungan. adalah metode yang pertama kali digunakan pada proses penyutingan gambar. Mesin penyutingan film yang pertama kali dibuat hanya dapat melakakan proses pemotongan film dan penyambungan kembali potongan-potongan film tersebut. Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan sebuah Splicer dan proses perekamam kembali dilakukan menggunakan mesin Moviola. Metode ini juga mengenal cara penyutingan dengan cara menyalin atau mengcopy film negative kedalam film positif yang dikenal dengan nama workprint. Metode ini lahir sebelum adanya teknologi kaset berformat digital seperti Betacam, Betamax, VHS, DV, MiniDV dan Hi8. Jadi pada metode ini proses penyutingan gambar hanya dapat dilakukan pada film-film yang menggunakan film negatif atau film positif saja. Bukan kaset film yang berformat digital.

LINEAR
Generasi kedua dari metode penyitingan gambar adalah Linear atau biasa dikenal dengan metode Tape to Tape. Metode ini lahir setelah munculnya kaset video yang berformat digital. Cara kerjannya hampir sama dengan metode Film Splitcing yaitu dengan cara merekam atau mengkopi gambar yang berada pada satu kaset ke kaset yang lainnya (tape to tape), jadi mirip seperti kita merekam lagu dengan menggunkan tape recorder. Keuntungannya adalah perosesnya tidak memakan waktu yang cukup banyak. Sedangkan kelemahan cara ini adalah gambar yang sudah direkam tidak dapat disusun ulang atau dipindah-pindahkan tanpa merekam kembali semua gambar dari awal. Perangkat pokok alat penyutingan linear terdiri dari :
1. Sebuah alat pemutar source player untuk menjalankan kaset bahan mentah.
2. Datu alat perekam (recorder) untuk merekam gambar dari source player.
3. Dua monitor televisi untuk melihat gambar dari source player dan recorder.
4. Satu alat kontrol penyutingan untuk menjalankan source player dan recorder.
5. Sebuah alat pencampur suara (sound mixer) untuk menontrol suara yang akan direkam.
6. Sebuah Teks Karakter dan juga Grafik Equalizer. Yang berfungsi untuk memberikan transisi pada setiap potongan klip dan juga memberikan beberapa efek visual tertentu.

NON-LINEAR
Dengan adanya perkembangan teknologi, sekarang kebanyakan film dibuat dengan cara Komputerisasi yang biasa dikenal dengan Editing Non-Linear. Metode penyutingan ini dilakukan dengan menggunakan softwere computer seperti Avid, Adobe Premier, Ulead, Pinacle, maupun Final Cut Pro. Seluruh softwere penyutingan yang berkembang belakangan ini memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Keunggulan dan kelemahan ini yang biasa menjadi bahan pertimbangan untuk tingkatan penggunaan. Biasanya untuk para pemula, softwere yang digunakan adalah Ulead dan Pinacle. Softewre ini digunakan karena mudah untuk dioperasikan dan juga tidak terlalu memerlukan sepesikasi komputer yang mahal. Dan untuk para profesional lebih suka mengunakan Adobe Premier, karena softwere ini lebih menekankan pada kreatifitas dari pengguna softwere tersebut. Sedangkan Avid dan Final Cut Pro biasa digunakan untuk standar Film dan juga program televisi atau Broadcast pada umumnya. Final cut pro adalah sebuah softwere yang menggambungkan beberapa softwere untuk menyuting gambar dan juga membuat sebuah effek visual (Compositing) maupun animasi. Seperti Avid, Adobe Afet Effect, 3Dmax, dan Maya.

Adapun yang menjadi patokan atau bahan pertimbangan seorang penyutin gambar memilih menggunakan sebuah softwere adalah sebagai berikut :
1. Kompatibel dengan hardware dan operating system (OS)
2. Mencakup format dan resolusi yang ingin dipakai
3. Apakah memungkinkan fitur layer dan efek? atau fitur-fitur tambahan lainnya?
4. Apakah ada software tambahan pada paket penjualannya? (ex: audio penyutingan)
5. Kompatibel dengan software-software lainnya? (ex: adobe premier dengan After Effect dan photoshop)

Dengan sistem non-linear ini, materi mentah akan dipindahkan atau disimpan dahulu kedalam komputer yang memiliki software penyutingan gambar. Keuntungannya dari teknik non-linear ini dalah hasil pengambilan gambar bisa diatur ulang kapan saja sebelum potongan terakhir direkam kedalam kaset. Kelemahan cara ini adalah prosesnya memakan waktu yang lebih lama dari teknik linear. Hal ini dikarenakan adanya beberapa proses yang tidak ada pada teknik liner, yaitu pemindahan gambar dari meteri mentah ke dalam komputer yang biasa disebut dengan proses capture. Dan yang kedua adalah proses render, yaitu proses pemindahan bahan yang terdapat didalam komputer ke dalam kaset.

Proses pemindahan dari materi awal atau kaset kedalam komputer membutuhkan alat bantu Player kaset / Video Tape Rocoding (VTR) dan IEEE 1394(FireWire/iLink).
Player kaset digunakan untuk memutar dan membaca signal-signal yang berupa gambar dan suara dari sebuah kaset. Sedangkan IEEE 1394 adalah alat yang mengkonfirgurasikan signal-singnal yang dibaca oleh player kedalam data digital. Dengan kata lain alat ini berfungsi untuk merubah signal-singnal kaset kedalam data digital, yang nantinya akan disimpan kedalam Hard Disks yang terdapat didalam komputer. Perubahan signal kaset kedalan data digital dikenal dengan capture.

Biasanya hard disks yang digunakan untuk proses penyutingan gambar yang menggunakan cara non-linear memerlukan kapasitas yang sangat besar. Pada awal-awal perkembangan penyutingan gambar non-linear, kapasitas hard disks hanya setingkat Gigabytes. Namum dengan adanya perkembangan teknologi maka kapasitas penyimpanan sebuah hard disks ditingkatkan hingga menjadi Terabytes. Dengan adanya hard disks yang mempunyai kapasitas penyimpanan yang besar maka proses penyutingan gambar tidak lagi memerlukan banyak hard disks.

Perbedaa LINEAR dan NON-LINEAR
Adapun yang menjadi perbedaan penggunaan sistem linear dengan non-linear adalah sebagai berikut:

LINEAR
• Tidak ada representasi visual
Audio mixing dilakukan secara manual pada alat terpisah
• Mempunyai maksimum 2 kanal untuk audio dan visual
• Penambahan grafik dan audio dilakukan langsung pada tape

NON-LINEAR
• Ada representasi visual
Audio mixing, CG (Character Generator) dan teks dilakukan menggunakan software
• Mempunyai banyak “layer” untuk kanal audio dan visual
• Penambahan grafik dan audio melalui proses render
• Terdapat representasi penyimpanan untuk klip

LIVE EDITING
Sedangkan live Editing adalah penyitingan gambar yang dilakukan untuk program acara yang disiarkan secara live atau langsung. Metode menggunakan alat yang sama dengan penyutingsn linear. Bedanya adalah ia tidak hanya direkam saja namun lansung disiarkan secara langsung.



ANALOG VS DIGITAL
Dari semua metode penyutingan gambar diatas, maka dapat disimpulkan pula metode perekaman gambar. Pertama adalah Analog, ini hanya terjadi pada metode penyutingan film splitcing. Terkadang dengan metode analog dapat terjadi pengurangan kualitas gambar pada saat proses pengkopian dari satu kaset analog ke kaset yang lainnya. Analog mengandung gelombang (suara dan cahaya).

Yang kedua adalah Digital, metode ini terjadi pada metode penyutingan yang menggunakan kaset berformat digital, yang mana hampir tidak terjadi pengurangan kualitas gambar pada saat proses pengkopian gambar. Digital berisi binary digit (nol dan satu) dan mempunyai variabel individu bit (binary digit) tertentu dan tak terbatas.

SISTEM TELEVISI
sistem televisi yang digunakan di dalam dunia pertelevisian saat ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu43
1. National Television system Committe (NTSC) yang memiliki spesifkasi yaitu kemampuan gambar 525 garis per detik, 29 F/S (frame per second) dan sumber tenaga listrik dengan frekuensi 60 Hertz. Sistem ini digunakan di Amerika Serikat.
2. Phase Alternate Line (PAL) dengan 625 garis per detik, 25 F/S, dan sumber tenaga listrik dengna frekuensi 50 Hertz. Sistem ini berlaku di Asia dan Eropa, kecuali Perancis.
3. SECAM dengan 825 garis per detik, 25 F/S, dan sumber tenaga listrik dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem ini berlaku di Prancis.





Ketiga sistem ini tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Di indonesia sistem televisi yang digunakan adalah sistem PAL. Dan ketiga sistem ini memiliki kesamaan ukuran rasio layar 4 : 3, artinya gambar perpektif yang tampak dilayar memiliki angka perbandingan 4 : 3. Namun dengan perkembangan teknologi belakangan ini, dibeberapa negara maju, ukuran rasio layar sudah mengalami perubahan. Dari yang semula 4 : 3 menjadi 9 : 6.








Daftar Pustaka :
Dmytryk. Edward, On Film Editing: An Introduction to the Art of Film Construction, Focal Press, Boston 1984.
• Gora S. Winastwan, Motion Graphic & Visual Effect Menggunakan Adobe After Effects 6.5, Bandung 2005.
Morissan. Jurnalis Televisi, Ramdina Prakasa, 2005.
Murch. Walter, In the Blink of an Eye: a Perspective on Film Editing, Silman-James Press, 2d rev. ed., 2001.
Purwanto. Edi, Cara Cepat Belajar Adobe Premier Pro, Informatika, Bandung 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar